Cahaya Bangsa

Oleh: Bagus riyono
Revolusi Industri 4.0 akhir-akhir ini menjadi trending topic dalam setiap wacana yang berkembang terkait kemajuan zaman. Yang peling menonjol dalam menggambarkan karakteristik revolusi industri 4.0 adalah kemajuan teknologi yang mengarah pada artificial intelligence dan robotik. Revolusi industri 4.0 ini juga sering dikaitkan dengan era VUCA, yaitu perubahan ditandai dengan kondisi yang memiliki Volatility, Uncertainty, Complexity dan Ambiguity. Volatility artinya kecenderungan yang Kuat untuk berubah menuju keadaan yang lebih buruk. Ibaratnya seperti cairan yang mudah dan tiba-tiba menguap dengan mendadak. Uncertainty artinya adalah era yang Penuh dengan ketidakpastian dan kejutan.
Complexity mencerminkan sebuah kondisi yang tidak mudah dan terlalu rumit untuk dipelajari dalam waktu singkat. Ambiguity artinya tidak adanya kejelasan yang bisa dijadikan pegangan. Tidak ada yang bisa dijadikan andalan. (Bennis dan Nanus, 1987).
Penggambaran kondisi dengan sifat-sifat tersebut menyebabkan timbulnya kecemasan dalam menghadapi masa depan.Mereka yang tidak memahami maksudnya merasa sedang diterjang tsunami yang tak terkendali dan merasa gekagapan tak tau harus berbuat apa.
Beberapa orang yang lain yang merasa Tahu apa yang terjadi lalu latah dalam menerapka teknologi dengan alasan supaya tidak ketinggalan Kereta dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0. Memang dalam kenyataannya dapat disaksikan bagaimana dunia Bisnis mulai bergeser dari yang berbasis Gedung atau toko menjadi virtual office. Toko-toko yang tradisional semakin lama semaking bangkrut karena kalah bersaing dengan online shop. Perusahaan taksi atau transportasi umum lainnya terancam bangkrut oleh taksi online dan terpaksa bergabung dalam sistem baru tersebut.
Istilah lain yang juga muncul ke permukaan adalah disrupsi. Disrupsi adalah sebuah gerakan yang diam-diam akan mengambil alih kemapanan arus utama. Orang disebut sebagai pelaku disrupsi ketika dia melakukan sesuatu yang tidak lazim namun secara perlahan tapi pasti semakin kuat dan menggantikan pola-pola yang sudah lazim dilakukan. Sebagai contohnya di masa lalu lazimnya orang kalau mau akses internet akan melakukannya dengan komputer. Saat ini orang mengakses internet cukup dengan HP yang bahkan kemampuannya dapat melebihi komputer. Bisa jadi komputer dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi akan menjadi Barang masa lalu.
Disrupsi-disrupsi dalam berbagai aspek kehidupan ini akan mengubah gaya hidup masyarakat dengan segala konsekuensinya. Dalam dunia kerja akan banyak posisi yang akan digantikan dengan teknologi. Misalnya teller bank suatu saat tidak akan dibutuhkan lagi karena semua transaksi dapat dilakukan secara online. Penjual tiket Kereta api atau Pesawat terbang akan digantikan oleh aplikasi hp yang tidak lagi membutuhkan pelayanan manusia secara langsung. Namun di sisi lain juga akan muncul jenis profesi baru yang akan menopang Pelayanan online, seperti misalnya gojek, gosend, gofood, gomassage, dan lain sebagainya. Cara dan Gaya orang hidup akan berubah. Segala Urusan akan lebih mudah namun akan ada yang hilang dalam kehidupan manusia, yaitu interaksi sosial yang sehat.
Dunia pendidikan juga akan terpengaruh Karena kebutuhan manusia akan pengetahuan dan Ketrampilan juga akan berubah. Kemampuan menghafal dan mengkoleksi informasi sudah tidak perlu lagi karena dengan internet semua itu akan mudah diperoleh oleh siapa saja. Ketrampilan yang harus dikembangkan adalah ketrampilan aalisis dan pengambilan keputusan. Manusia akan tetap exist jika dia memposisikan diri lebih tinggi dari teknologi. Manusia harus menjadi tuan yang mengendalikan teknologi tersebut. Jika seorang individu hanya puas sebagai penguna dan didikte oleh teknologi maka dia akan menjadi korban dalam revolusi industri 4.0 ini.
Penyakit psikologis yang akan muncul sebagai ekses dari perubahan gaya hidup ini adalah kesepian dan alienasi. Ketika segala sesuatunya menjadi virtual maka sentuhan Kemanusiaan makin lama akan semakin hilang. Apalagi jika robot-robot mulai memasuki kehidupan Pribadi manusia. Jepang sebagai negara yang sudah sejak lama memperkenalkan robot mengambil inisiatifuntuk mempersiapkan era industri 4.0 tersebut. Mereka meyebutnya sebagai society 5.0. Jepang sudah memiliki master plan untuk membangun masuyarakat yang akan memiliki posisi lebih tinggi dari teknologi.Society 5.0 disebut sebagai masyarakat yang super smart karena akan memiliki kompetensi yang tidak akan tersaigi oleh teknologi secanggih apapun.
Dalam menghadapi perubahan gaya hidup ini masyarakat perlu waspada supaya tidak tergerus zaman yang akan cepat berubah. Pada prinsipnya sebenarnya kunci-kunci sikap dan Perilaku untuk menghadapi zaman ini sudah sejak dulu ada. Ada prinsip-prinsip kehidupan yang tak pernah berubah. Manusia sepanjang zaman sebenarnya memiliki karakteristik dasar yang tidak pernah berubah. Ketidakpastian adalah sesuatu yang selalu dihadapi manusia dalam kehidupannya, sehingga kecemasan tidak perlu terjadi. Seorang individu yang cerdas akan selalu siap menghadapi ketidakpastian. Cara terbaik untuk menghadapi ketidakpastian adalah menyiapkan diri untuk segala kemungkinan. Kemampuan dan Ketrampilan yang harus dikembangkan adalah yang beragam. Jangan membatasi diri dengan satu jenis ketrampilan saja karena kemungkinan ketrampilan tertentu tersebut tidak akan dibutuhkan lagi.
Kompetensi multitasking harus dikembangkan sejak dini dan kesiapan untuk selalu Belajar hal baru juga harus dijadikan sikap yang menjadi andalan. Prientasi spesialisasi jangan sampai menutup pintu untuk mempelajari hal lain. Pada abad pertengahan ada istilah polimath yang berarti seseorang yang memiliki banyak dan beragam pengetahuan dan ketrampilan. Polimath semakin langka ketika dunia memasuki revolusi industri 1.0 karena yang dibutuhkan pada zaman itu adalah spesialisasi. Orang diperlakukan sebagai komponen dari sebuah mesin besar industri. Sekarang waktunya untuk kembali mengembangkan diri sebagai polimath karena ketidakpastian semakin yata dalam kehidupa saat ini.
Jadi kata kunci yang paling pokok dalam menghadapi era industri 4.0 adalah menjadi pembelajar. Pembelajar yang dimaksud di sini bukan berarti rajin sekolah saja tetapi lebih tepatnya adalah pembelajar mandiri yang selalu didorong dengan semangat ingin tahu. Pembelajar yang dimaksud juga merupakan pembelajar aktif yang harus pandai-pandai memanfaatkan kesempatan dan peluang. Seorang Pembelajar harus aktif mencari sumber-sumber ilmu baik melalui perpustakaan, internet maupun langsung dengan para ahli yang bisa diandalkan. Ilmu akan diperileh dengan perenugan akan makna. Untuk itu seorang Pembelajar harus peka akan tanda-tanda di manapun dia temukan. Objek yang dapat dijadikan sebagai Sumber tanda adalah alam, diri sendiri, lingkungan masyarakat dan teknologi hasil karya manusia.Selain itu yang paling utama seorang Pembelajar Sejati juga harus memiliki iman yang kuat kepada Tuhan Yang Meha Tahu karena keimanan adalah sumber kekuatan yang tidak diragukan lagi dalam menghadapi ketidakpastian dalam kehidupan. Orang yang Beriman tidak akan pernah kehilangan harapan dalam situasi yang sesulit apapun.

Related Posts

2 thoughts on “Membangun Resiliensi di Era Industri 4.0

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *